Kamis, 03 Februari 2011

Capgome/Yuanxiao (元宵)



          Yuanxiaojie (元宵节) atau Capgome adalah hari raya yang sangat penting di kota dan desa dalam masyarakat tradisional, melambangkan semangat berpesta-pora yang khas dari masyarakat Tionghoa, sejarahnya panjang, pengaruhnya luas, adalah hari raya yang sarat dengan kandungan kebudayaan bangsa. Dalam aliran sejarah yang panjang, Capgome memuat betapa banyak doa dan pengharapan indah bangsa Tionghoa.


Asal Usul Yuanxiao (元宵)

          Capgome atau Yuanxiaojie (元宵节) memiliki sejarah yang panjang, Yuan () artinya “awal”, bulan 1 pada awal tahun disebut bulan Yuan (元月), xiao () artinya “malam”, jie () artinya “hari raya”, jadi Yuanxiaojie (元宵节) artinya “Hari raya bulan purnama pertama awal tahun”. Di Indonesia, hari raya ini lazim disebut Capgome. Konon pada awal dinasti Han Barat (西汉), ibu suri L| () memegang kekuasaan, banyak yang memberontak, baginda Wen (汉文帝) mendapat dukungan menteri Zhou Bo (周勃), berhasil menumpas pemberontakan dan naik takhta. Kebetulan hari itu adalah tanggal 15 bulan 1, maka selanjutnya pada tanggal tersebut setiap tahun, baginda Wen (汉文帝) keluar istana, berpesta-pora bersama rakyatnya, dan menetapkan hari itu sebagai Yuanxiaojie (元宵节) atau Capgome.
          Cara menjadikan peristiwa sejarah sebagai asal-usul hari raya ini mudah diterima, juga mudah disebar-luaskan, namun satu hal terabaikan, yaitu sumber kebudayaan dalam sejarah.
          Pertama, agama Tao yang lahir di tanah Tiongkok sendiri, sarat dengan warisan kebudayaan tradisional. Bahkan jauh sebelum agama Tao diresmikan, sumber kebudayaan tradisional tersebut sudah mengalami proses perkembangan selama ribuan tahun. Dalam agama Tao ada yang disebut “triyuan” (三元), yaitu “yuan atas” (上元) istana langit, “yuan tengah” (中元) istana bumi dan “yuan bawah” (下元) istana air. Hari jadinya masing-masing adalah tanggal 15 bulan 1, 7 dan 10, pada ketiga hari jadi tersebut harus diadakan ibadah sembahyang. Di antaranya, tanggal 15 bulan 1 disebut “Hari jadi yuan atas” (上元节), inilah cikal bakal Yuanxiaojie (元宵节) atau Capgome. Jadi, sebetulnya Capgome asalnya dari kegiatan ibadah menyembah “yuan atas” (上元) atau istana langit.
          Selain itu, kebudayaan Tao dan Capgome masih ada sangkut-paut yang lain. Menurut Catatan Sejarah•Buku Gembira (《史记•乐书》): “Keluarga Han () umumnya menyembah Taiyi Ganquan (太一甘泉) pada tanggal 15 bulan 1, mulai petang hari, sampai pagi keesokan harinya.”
          Taiyi (太一,泰一,泰乙) adalah dewa yang sangat manjur pada zaman negeri perang (战国), posisinya di atas “tiga baginda lima raja” (三皇五帝). Baginda Wu (汉武帝) sangat khidmat menyembah Taiyi (太一), kebetulan pada tanggal 15 bulan 1, mulai senja, sampai besok pagi. Upacara sembahyang begini merupakan motivasi yang kuat bagi diresmikannya Yuanxiaojie (元宵节) atau Capgome.
          Pada zaman Han (), di ibukota diberlakukan jam malam, petugas piket akan menangkap orang yang berkeliaran pada malam hari, namun pada tanggal 15 bulan 1, jam malam dicabut    sementara, sehingga seluruh rakyat dapat berpesta bersama-sama.
          Pada zaman dinasti Selatan Utara (南北朝), kegiatan merayakan Capgome lebih meriah lagi dari pada zaman Han (). Baginda Jianwen dinasti Liang (梁简文帝) pernah menulis Puisi Barisan Lampu (列灯赋) menggambarkan terang benderangnya lampu pada malam Capgome: “Terisi penuh minyak selatan, lampu warna warni menyala bersaingan. Pada malam yang biasanya tenang dan gelap, nyala lampu berbaris bagaikan sungai naga.”
          Pada awal dinasti Sui (), ada menteri mengusulkan larangan merayakan Capgome, alasannya perayaan tersebut merupakan pemborosan, lagi pula pria-wanita bersama-sama pesta semalam suntuk, melanggar tatasusila. Baginda Wen (文帝) mengingat dinastinya baru didirikan, ekonominya masih lemah, juga menimbang aspek tatasusila, mengeluarkan perintah larangan merayakan Capgome, bahkan ada pejabat yang kurang serius melaksanakan larangan ini, dipecat. Akan tetapi, penerusnya baginda Yang (隋炀帝), baginda yang terkenal zalim di sejarah, malah dengan giat menganjurkan perayaan Capgome, antara lain memperbanyak permainan dan pemasangan lampu secara besar-besaran. Kitab Sui• Catatan Musik (《隋书•音乐志》) mencatat: “Bulan 1 tiap tahun, banyak orang asing datang dan tinggal di Tiongkok. Sampai pada tanggal 15, dari luar pintu Duan (), sampai dalam pintu Jianguo (建国), di jalan sepanjang 4 kilometer,  dibuat panggung pertunjukan atau permainan. Para pejabat membangun tenda di tepi jalan, dari senja sampai pagi, ikut menyaksikan keramaian yang terus berlangsung dan baru berakhir pada tanggal 30. Para artis berbusana mentereng, warna warni. Yang naik panggung kebanyakan berbusana wanita, dengan asesorinya yang gemerincing. Lebih dari 30.000 orang berdesak-desakan di jalan itu.
          Baginda Yang (隋炀帝) berkali-kali menonton pesta malam Capgome. Menurut Kitab Sui• Catatan Baginda Yang (《隋书•炀帝纪》), “Bulan 1 musim semi tahun ke 6 hitungan Dingchou (丁丑), di pojok jalan Duanmen (端门), ada pertunjukan. Semua artis yang terkenal dan semua acara yang luar biasa, berkumpul di sana, berpesta sampai habis bulan. Baginda berkali-kali menyaksikan pesta itu dengan menyamar.” Baginda Yang (隋炀帝) pernah menulis Naik ke Loteng Selatan pada Malam Perayaan Capgome (《正月十五于通忂建灯夜升南楼》):

Rembulan bersinar di langit, musik dan nyanyian seakan turun dari langit.
Pohon berlampu ribuan batang menerangi malam,
bunga mekar semua dibawah sinar lampu.
Sinar bulan seperti aliran air, angin semi mendatangkan harum bunga Mei.
Bendera berkibar di atas tanah mas, 
suara genta datang dari menara genteng kristal.

          Dinasti Tang () adalah zaman  ekonominya berkembang subur, tata tertib masyarakat luar biasa kodisif, jadi perayaan Capgome lebih ramai dan meriah, sehingga perayaan zaman Baginda Yang (隋炀帝) menjadi kecil bila dibandingkan dengannya. Baginda Ming (唐明皇) kebetulan bertakhta pada era mas itu, untuk memamerkan keamanan negara dan kemakmuran rakyat, dia memerintahkan pada tanggal 14, 15 dan 16 bulan 1, menghias kota dan berpesta-pora selama 3 hari. Penyair zaman Tang () Su Weidao (苏味道) pernah menulis syair yang terkenal Malam 15-1 (正月十五夜):

                   Pohon berapi dipenuhi bunga perak,
                   Jembatan Bintang gemboknya sudah terbuka.
                   Debu gelap mengikuti kuda cepat,
                   Sinar bulan datang mengikuti orang.
                   Penarinya menggiurkan,
                   Penyanyinya mempesona.
                   Jam malam dicabut,
                   Jam pasir seakan menjadi lambat.

          “Yuanxiao” (元宵) sebagai nama hari raya, kira-kira mulai pada zaman Tang (), syair Han Wo (韩偓) yang berjudul Perjamuan Tukang Kayu Yushan (《玉山樵人集元夜即席诗》) sebagai buktinya: “Pesta Yuanxiao tidak semeriah Chunjie, hujan rintik-rintik semalaman.”
          Pada zaman Song (), kehidupan kota lebih berkembang, lampu Yuanxiao atau Capgome juga lebih semarak lagi. Raja-raja ingin memamerkan ketentraman, “bersenang-senang bersama rakyat”, pada malam Capgome menjamu para pejabat makan minum sambil menyaksikan cemerlangnya lampu yang dipasang. Jumlah malam memasang lampu dari 3 malam menjadi 5 malam, tambahannya ialah malam tanggal 17 dan 18 bulan 1. Awalnya pesta lampu hanya ada di ibukota Kaifeng (开封), kemudian daerah-daerah ikut-ikutan sehingga pesta lampu menjadi pesta nasional.
          Pada zaman Yuan (), Capgome masih dibolehkan, tetapi pesta lampu, seperti mengadakan keramaian hiburan lainnya, dilarang oleh pemerintah.
          Sampai pada zaman Ming (), sistem zaman Song () seluruhnya dipulihkan, pada tahun Yongle (永乐), jumlah hari pesta diperpanjang menjadi 10 hari, pejabat ibukotapun diliburkan selama 10 hari. Namun di daerah, jumlah malam berpesta beraneka ragam, ada yang 3 malam, 5 malam, 10 malam dan lain-lain. Pujangga Jiangnan (江南) Tang Yin (唐寅) membuat syair Yuanxiao (《元宵》) menggambarkan lampu Capgome dan rembulan saling mengerangi:

                   Ada lampu tiada rembulan orang tidak terhibur,
                   Ada rembulan tiada lampu bukan musim semi.
                   Musim semi tiba membuat orang seperti giok,
                   Lampu di bawah rembulan membuatnya seperti perak.

          Sesudah pertengahan zaman Ming (), kehidupan kota berkembang lagi lebih maju. Capgome sebagai ciri penting kehidupan kota, penampilannya semakin beraneka ragam dan menarik. Puisi Jinpingmei (《金瓶梅词话》) Bab 15 Si Cantik Menikmati Lampu di Menara Rembulan (《佳人笑赏玩月楼》) menggambarkan keramaian penduduk kota dan semaraknya lampu-lampu hias:
          Lampu-lampu sambung-menyambung seperti naga turun dari gunung masuk ke air, ada juga yang seperti bangau menghadap ke langit. Lampu teratai mas, lampu menara giok, seperti kumpulan mutiara; lampu bunga teratai, lampu bunga furong, ibarat sulaman sutra. Lampu bola sulam, putih cemerlang; lampu salju, bergoyang-goyang. Lampu sarjana, digantung tinggi-tinggi, mewarisi semangat Konghucu (孔子) dan Mensius (孟子); lampu menantu, tampak lembut, mewarisi kesucian Meng Jiangn| (孟姜女). Lampu biksu, menggabungkan sinar bulan dan kehijauan pohon; lampu jaksa, ibarat Zhong Kui (钟馗) duduk bersama adik kecil. Lampu nenek sakti, memegang kipas, seakan sedang menangkap roh jahat; lampu Liu Hai (刘海), duduki katak mas, mempermainkan jimat. Lampu unta, muatannya bernilai tinggi, lampu singa hijau, seakan sedang mengaum; lampu kera, lampu gajah putih, masuk ke kota terlarang, bermain-main. Lampu kepiting, delapan kakinya menendang-nendang; lampu ikan mulut besar, menelan rumput air. Lampu warna perak, bersaing dengan sinar bulan, warna putih salju, bersaing dengan hijau pohon. Sepasang-sepasang bola wangi bersulam, serenceng-serenceng gantungan berumbai. Ikan dan naga bermain di pasir, orang tua Nantian (南天) usia tujuh puluh tahun membaca buku; lampu gantung, orang udik 98 tahun mempersembahkan jimat. Genderang desa, berkelompok-kelompok ditabuh, riuh rendah; pedagang kelontong, seperti pemain sandiwara, bersaingan mempromosikan dagangannya. Lampu putar berganti-ganti adegan, lampu gantung ada yang tinggi, ada yang rendah.

          Pesta lampu Capgome pada zaman Qing () masih tetap diadakan, hanya waktunya dibatasi menjadi 5 malam yang puncaknya pada tanggal 15 bulan 1. Menurut Catatan Tahunan Ibukota (《燕京岁时记》) yang ditulis Fucha Dunchong (富察敦崇), pesta lampu di Beijing (北京) paling ramai di Pal Timur IV (东四牌楼) dan Pintu Bumi Selamat (地安门). Kemudian di Departemen Perindustrian (工部), Departemen Hankam (兵部), Pintu Selamat Timur (东安门), jalan Mulut Baru (新街口), Pal 24 (两四牌楼) juga lumayan ramainya. Lampu hias dibuat dari kain sutra, kaca, bergambar cerita kuno dan baru, untuk dinikmati. Lampu es lain dari yang lain, dibawa oleh orang Man () dari utara. Lampunya “mewah tapi tidak boros, sederhana tapi tidak murahan”, sangat bernilai untuk dinikmati.  



Legenda Yuanxiao

          Mengenai asal-usul Yuanxiao (元宵), ada sebuah legenda yang sangat menarik.
          Pada zaman baginda Kai dinasti Han (汉开帝), di ibukota Chang’an (长安) ada seorang gadis cantik bernama Yuanxiao (元宵), dia muda belia, cerdas dan rajin. Bersama adik laki-lakinya, dia membuka warung onde-onde yang dalam bahasa Mandarin disebut “yuanxiao”, sama dengan nama gadis itu. Karena onde-ondenya harum dan manis, lezat menyegarkan, namanya terkenal di seluruh ibukota, akibatnya gadis itu dipilih menjadi dayang masuk istana.
          Terkurung di istana tiga tahun, Yuanxiao (元宵) selalu merindukan ayah dan ibunya yang sudah lanjut usia, juga waswas akan warung onde-ondenya yang dikelola oleh adiknya seorang diri, namun peraturan istana sangat ketat, dia tidak bisa keluar. Oleh karena itu dia sering meneteskan air mata. Suatu hari dia mendengar bahwa ayah dan ibunya jatuh sakit, karena tidak punya uang untuk berobat, keadaannya semakin parah. Yuanxiao (元宵) sangat cemas, tetapi tak berdaya; pikirnya: dirinya hidup di dunia tidak dapat berbakti kepada kedua orang tua, lebih baik mati saja. Lalu, dia menghampiri sumur dan terjun ke dalamnya ingin mengakhiri hidupnya; untung ketahuan oleh menteri dalam Dongfang Shuo (东方朔), ditolongnya gadis malang itu. Menteri dalam sangat mengasihani Yuanxiao (元宵), setelah berpikir sejenak, katanya kepada Yuanxiao (元宵), “Nona, mengapa harus bunuh diri? Begini saja! Saya akan cari jalan, supaya pada tanggal 15 bulan 1 nanti, kamu bisa berkumpul dengan keluarga . . . .”
          Dongfang Shuo (东方朔) adalah sastrawan ternama pada zaman baginda Wu dinasti Han (汉武帝). Dia sarat dengan bakat sastra, orangnya juga kocak, dan sering membela kebenaran, suka membantu orang. Dia sering memenangkan perdebatan dengan bahasa yang hebat, hal ini sangat menyenangkan baginda Wu (汉武帝) sehingga mengangkatnya menjadi penasehat pendamping.
          Demi nona Yuanxiao (元宵), Dongfang Shuo (东方朔) menyebarkan kalimat biksu (偈语): “Chang’an (长安) terancam bencana, api merah semalam suntuk, tanggal 15 bulan 1 kebakaran besar, api melahap istana.” Kalimat biksu ini dikeluarkan oleh seorang peramal secara rahasia, dalam waktu singkat, seluruh ibukota Chang’an (长安) menjadi heboh: “Ampun! Celaka! Karena kita kurang khusuk menyembah 5 baginda, Raja Langit memerintahkan dewa api menghanguskan Chang’an (长安) pada tanggal 15 bulan 1 sebagai hukuman, mungkin baginda raja juga tidak bisa diselamatkan . . . .”
          Baginda Wu (汉武帝) mendengar ini, terkejut bukan main, segera mengumpulkan semua penasehatnya, bermusyawarah mencari jalan keluar. Pada kesempatan itu, Dongfang Shuo (东方朔) maju memberikan sarannya: “Bijaksana Tuanku, sepengetahuan hamba, dewa api suka makan onde-onde, konon di antara para dayang, ada seorang yang bernama Yuanxiao (元宵), pandai membuat onde-onde, mohon baginda turunkan perintah, supaya nona Yuanxiao (元宵) keluar istana, mengajar masyarakat membuat onde-onde lezat yang banyak, siap pada tanggal 15 bulan 1, dipersembahkan kepada dewa api, mudah-mudahan dengan demikian kebakaran besar dapat dihindari.” Kemudian Dongfang Shuo (东方朔) berkata lagi, “Di pihak Raja Langit, mohon baginda turunkan satu perintah lagi, yaitu sementara seluruh ibu kota mempersembahkan onde-onde kepada dewa api, harus memasang lampu hias, membakar petasan dan kembang api semalam suntuk. Dengan begini, Raja Langit percaya Chang’an (长安) sedang dilahap api, dan istana terjamin keselamatannya!”
          Setelah mendengar itu, baginda Wu (汉武帝) kegembiraannya meluap, dia tertawa terbahak-bahak dan mengangguk-angguk, lalu menurunkan dua perintah itu.
          Yuanxiao (元宵) menerima perintah, keluar dari istana, dalam mengajar orang-orang membuat onde-onde lezat, dia menyempatkan diri pulang bertemu dengan ayah, ibu dan adiknya yang sudah sekian lama tidak bertemu.
          Sementara rakyat mempersembahkan onde-onde, baginda Wu (汉武帝) dikawal bawahannya, membawa selir dan dayang, keluar istana, bersama rakyat jelata, memasang lampu hias, membakar petasan dan kembang api. Lampu di jalan raya dan gang kecil terang benderang, membentuk lautan lampu yang gilang-gemilang. Semua orang sudah lupa akan hukuman kebakaran besar, baginda Wu lebih gembira lagi, karena pada tanggal 15 bulan 1, istananya selamat. Lalu, diturunkan perintah: setiap tahun tanggal 15 bulan 1, harus membuat onde-onde, memasang lampu hias, membakar petasan dan kembang api. Sejak itu, ditetapkanlah Yuanxiaojie (元宵节) atau yang lazim disebut Capgome di Indonesia.


Menonton Lampu Yuanxiao

          Karena ada kebiasaan memasang lampu hias pada perayaan Yuanxiaojie (元宵节) atau Caogome, perayaan itu juga disebut “pesta lampu” atau “malam lampu”. Pada zaman Han Timur (东汉), agama Budha masuk ke Tiongkok. Ajaran agama Budha menganggap api sebagai lambang kewibawaan Budha, lampu merupakan sajian rutin di depan patung Budha. Demi menyebarkan agama Budha, baginda Ming (汉明帝) memerintahkan setiap tanggal 15 bulan 1 malam, harus menyalakan lampu menyembah Budha, bahkan sendirinya datang ke kelenteng menyalakan lampu, tanda menghormati Budha. Sejak itu, memasang lampu pada Yuanxiao (元宵节) atau Capgome menjadi kebiasaan, akhirnya menjadi tradisi.
          Mengenai pesta lampu pada Capgome malam, di masyarakat beredar legenda seperti ini:
          Pada zaman dahulu, seekor angsa langit turun ke bumi, terluka kena panah pemburu. Raja Langit menjadi murka, mau mengirim pasukan langit, menghanguskan semua manusia dan ternaknya di bumi pada tanggal 15 bulan 1, membalaskan dendam angsa langit kesayangannya. Musibah besar akan segera menimpa manusia, seorang dewa menyerempet bahaya, turun ke bumi memberi jalan keluar. Katanya kepada orang-orang, “Tanggal 15 bulan 1 malam, kalian nyalakan obor, pasang lampu yang banyak di semua rumah, baru bisa selamat.”
          Sampai tanggal 15 malam, dewa itu melapor kepada Raja Langit bahwa bumi sudah menjadi lautan api, tidak usah merepotkan pasukan langit lagi. Raja Langit disertai bawahannya melihat ke bumi dari Pintu Langit Selatan, memang hanya api yang kelihatan, ibarat laut merah. Dengan demikian, Raja Langit dapat didustai, sehingga manusia terhindar dari kemusnahan. Sejak itu, tiap tahun tanggal 15 bulan 1, memasang dan menonton lampu menjadi tradisi, terus turun temurun sampai sekarang.
          Obyek yang dipasang dan ditonton pada Capgome malam adalah lampu hias, juga disebut lampu warna-warni atau lampion. Lampu hias adalah karya seni yang indah ciptaan rakyat zaman dahulu di Tiongkok. Pada zaman Han Barat (西汉), sudah ada lampu warna-warni; sampai dinasti Tang (), melalui modivikasi para ahli lampu hias selama ribuan tahun, seni lampu hias sudah mencapai tahap mahir sempurna dengan beraneka variasi. Di aspek model, ada lampu gantung yang berumbai-rumbai, lampu duduk yang indah, lampu dinding yang imut, lampu tenteng yang praktis, lampu putar yang unik; di aspek desain, ada lampu pemandangan atau tokoh, lampu hewan dan tanaman; yang sering ditemukan ada lampu tanduk kambing, lampu harimau, lampu ikan mas koki, lampu bola sulam, lampu panjang umur, lampu aneka bunga, lampu sembilan sinar, lampu terang terus, lampu giok hijau, lampu bunga teratai, lampu sembilan teratai, lampu sawi putih, masih ada lampu yang kaya dengan kepribadian bangsa, yaitu lampu naga, lampu awan, lampu istana dan lain-lain, boleh dikata seribu pose seratus gaya, warna-warni bersaingan.
          Ada lampu berdesain tokoh, bermacam-macam tokoh sejarah, tokoh sandiwara, tokoh dongeng ditampilkan seakan hidup, misalnya “Mulan masuk militer” (木兰从军), “Wanita langit menyebar bunga” (天女散花), “Daiyu mengubur bunga” (黛玉葬花), “Chang’e naik ke bulan” (嫦娥奔月), “Naca mengacau di laut” (哪吒闹海), “Delapan dewa menyeberang laut” (八仙过海), “Guangong membaca Chunqiu” (关公夜看春秋), “Li Bai mabuk” (李白醉酒), “Wei Zheng memenggal naga” (魏政斩龙), “Wu Song menghajar harimau” (武松打虎) dan lain-lain.
          Menurut catatan Peristiwa Awal Tahun Tianbao (开元天宝遗事), baginda Xuanzong (唐玄宗) Li Longji (李隆基) pernah memerintahkan membuat menara lampu yang tingginya 50 meter, sinarnya menerangi Chang’an (长安). Kakak Yang Guifei (杨贵妃) Hanguo Furen (韩国夫人) tidak mau kalah, khusus membuat sebuah “Pohon lampu seratus cabang” (百枝灯树), tingginya 67 meter, didirikan di atas gunung, ketika dinyalakan pada Capgome malam, terlihat dalam radius 50 kilometer, sehingga pesta lampu Capgome semakin gilang gemilang.
          Pembuatan lampu pada zaman Song () lebih mewah dan nyentrik dari pada zaman Tang (), jenisnya lebih banyak, pesta lampu Capgome lebih semarak lagi. Menurut Catatan Rumit Pak Tua Danau Barat (《西湖老人繁胜录》), di kota Lin’an (临安) pada zaman Song Selatan (南宋), anak perempuan “menari di jalan dengan membawa lampu”, untuk menarik pembeli. Di warung teh “Selatan Utara” jalan Zhongwa (中瓦), digantung bermacam-macam lampu kaca warna-warni, bermacam-macam lampu spesial, lampu Fuzhou (福州), lampu pagar giok (玉棚灯)dari Pingjiang (平江), lampu mutiara, lampu kain sutra seribu mata; dari warung Qinghe (清河坊) sampai jembatan Zhong’an (众安桥), ada: lampu main pasir, lampu naik kuda, lampu besi api, lampu ikan hidup, lampu pandan, lampu lobster, lampu keluarga berkumpul dan lain-lain. Selain ini, “yang diobral di kaki lima, kebanyakan terbuat dari kertas.”
          Pada zaman Ming () dan Qing (), pusat pasar lampu di Beijing (北京), Nanjing (南京) dan lain-lain siang hari memajang lampunya untuk dijual, malam hari menyalakannya, penonton lampu berbondong-bondong berdesak-desakan, aliran manusia tiada putus-putusnya. Di antara lampu-lampu yang bersaing keindahan dan keunikan, yang paling menonjol ialah lampu putar.
          Sebetulnya pada zaman Selatan Utara (南北朝) lampu putar telah diciptakan. Catatan Tahunan Jingchu (《荆楚岁时记》) mencatat, “lampu bagaikan aliran api”. Karena kap lampu berputar, gambar kudanya seakan berlari tak henti-hentinya, maka lampu putar juga disebut “lampu kuda pacu” (走马灯). Rahasia berputarnya kap lampu, adalah baling-baling di atas lilin, karena pembakaran menghasilkan panas, udara berkonveksi terus, menjadi angin panas mendorong baling-baling berputar, kap lampu yang satu as dengan baling-baling ikut berputar, gambarnya tentu berputar juga, berputar terus, tak henti-hentinya. Ilmuwan Inggris Joseph Lee dalam karyanya Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Teknik di Tiongkok (《中国科学技术史》) menganggap, lampu kuda pacu adalah sebuah ciptaan penting rakyat Tiongkok kuno.
  

                Menebak Teka Teki Lampu

          Menonton lampu Capgome masih dibarengi suatu permainan yang bernilai tinggi, yaitu menebak teka teki lampu. Teka teki ini ditempelkan pada lampu, siapapun boleh menebaknya, jika tepat, penebak akan diberi hadiah. Ini adalah penyatuan unik antara teka teki dan menonton pesta lampu di Tiongkok kuno.   
          Teka teki zaman dahulu juga disebut “gingci” (庚词), artinya sesuatu yang disamarkan. Sastrawan kuno Liu Si (刘勰) dalam karyanya Ukiran Inti Sastra (《文心雕龙灯》) menulis, “Mulai zaman Wei (), banyak pelawak (俳优) yang suka menyindir, orang-orang menamakan sindiran itu  teka teki. Yang dimaksud dengan teka teki ialah kata-kata yang membingungkan.” Teka teki, sering membuat orang seratus kali berpikir, masih belum mendapatkan jawabannya, membuat orang kebingungan, maka ada teka teki yang jawabannya “menebak teka teki” bunyinya begini: “Sebentar senang sebentar cemas, yang dipikir tiada satupun tepat, jika kebetulan mendapat jawaban jitu, cemas dan khawatir langsung lenyap.”
          Teka teki sama dengan segala sesuatu yang lain, ada proses lahir dan bertumbuhnya. Jauh sebelum zaman Negeri Perang Chunqiu (春秋战国), beberapa petualang politik  membujuk raja-raja, mempromosikan ideologi masing-masing. Mereka sering menggunakan perumpamaan dalam dongeng rakyat, menyampaikan maksud secara terselubung, mengharapkan hasil yang baik. Saat itu cara ini disebut “bahasa terselubung” atau “gengci” (庚词).
          Pada zaman Chunqiu (春秋) itu, Bahasa Liar Qi Timur (《齐东野语》) karya orang Song () yang bernama Zhou Mi (周密) adalah cikal bakal teka teki tertulis.
          Sampai pada zaman Han (), “bahasa terselubung” atau “gengci” (庚词) berangsur-angsur dipisahkan dari percakapan persuasif petualang politik, menjadi teka teki lampu yang pada umumnya pemecahan huruf atas bentuk dan arti. Teka teki lampu zaman Han () kebanyakan mengurai, menggabung, sehingga lafal, bentuk dan artinya mengalami perubahan. Teka teki huruf pada waktu itu belam sempurna betul, ada ciptaan masyarakat, ada juga ciptaan sastrawan.
          Sampai pada zaman Tiga Negeri (三国), penciptaan teka teki tertulis sudah sangat populer. Waktu itu ada seorang sastrawan besar yang bernama Cai Yong (蔡邕) menulis 8 huruf di balik nisan seorang dayang, “黄绢幼妇外孙齑臼Banyak sastrawan tidak dapat menebak maknanya yang terselubung. Hanya seorang penasehat Cao Cao (曹操) yang bernama Yang Xiu (杨修), setelah membacanya, tertawa dan berkata, “Bagus, bagus, bagus sekali! Sungguh 绝妙好辞! ” Ternyata tulisan Cai Yong (蔡邕) mengandung makna 色丝少女女子受辛 yang jika digabungkan dua-dua akan menjadi empat huruf绝妙好辞yang artinya “perkataan yang bagus sekali”.  Saat itu Cao Cao (曹操) sendiri juga suka membuat teka teki. Suatu kali dia memerintahkan membuat sebuah taman besar, setelah selesai, pejabat proyek mempersilahkan Cao Cao (曹操) meninjaunya. Selesai meninjau, Cao Cao (曹操) menulis huruf di pintu masuk, semua pejabat proyek tidak mengerti apa maksudnya. Hanya Yang Xiu (杨修) si penebak jitu tahu, di pintu () , jadi (lebar). Maksudnya pintunya terlalu lebar. Pejabat proyek baru mengerti, lalu cepat-cepat menyuruh pekerja merombaknya.
          Sampai pada zaman Song (), penyatuan menebak teka teki dengan menonton lampu Capgome telah memperkaya kegiatan hiburan di pesta lampu. Di ibukota, Suzhou (苏州), Yangzhou (扬州) dan kota ramai yang lainnya, tiap Capgome didirikan tenda lampu, para sastrawan datang berkerumun menikmati keindahan lampu sambil menebak teka teki, yang nama lainnya “harimau lampu”, maksudnya memanah harimau sulit sekali, menebak teka teki sama sulitnya seperti memanah harimau. Namun ada juga yang menebak tepat mendapat hadiah lumayan. Saat itu, banyak juga sastrawan yang menjadi ahli pembuat teka teki.
          Di samping itu, pada zaman Song (), bermunculan “gubuk genteng”, sebaagai sarana berkembangnya teka teki lampu. Banyak orang berkumpul di gubuk genteng menebak teka teki, sehingga penebakan teka teki menjadi suatu keahlian yang khas, maka lahirlah penebak yang profesional dalam jumlah yang besar. Yang tercatat dalam Perstiwa Lama Rimba Persilatan (《武林旧事》) saja ada 13 orang. Saat itu banyak dibentuk Klub Teka Teki, cara menebak makin diperbaharui, variasai makin diperbanyak, ada “tebal langsung”, “tebak dari akhir”, “tebak asosiasi”, “tebak sebab", “tebak selanjutnya”, “tebak asal asalan” dan lain lain.
          Zaman Ming () dan Qing () boleh dikata adalah era mas teka teki lampu. Di masyarakat, bukan saja pada hari raya Capgome, Cuoko, Tongciu bahkan di beberapa tempat, teman-teman berkumpul juga diselingi menebak teka teki. Oleh karena kegiatan menebak teka teki lampu begitu sering dilakukan, pemasokan teka teki lampu baru menjadi kewalahan, apa lagi teka teki lampu tidak seperti permainan yang lain, begitu tertebak, jika dipasang lagi, akan menjadi hambar rasanya. Akibatnya, bermunculanlah para pembuat teka teki yang rajin menggali materi dari puisi kuno, terciptalah format teka teki yang beraneka macam. Ma Cang (马苍) pada zaman Ming () peertama-tama menciptakan “format 18 Guangling” (广陵十八格). Munculnya format teka teki, melambangkan bahwa teka teki lampu sudah semakin dewasa.


Main Lampu Naga

          Main lampu naga juga disebut tari lampu naga atau tari naga. Asalnya dari zaman kuno sekali. Konon dalam sendra tari besar yang disebut Tanduk Jernih (清角), sudah ada citra kepala naga berbadan burung yang  diperankan oleh manusia. Naga sebagai hewan ajaib khayalan, sudah diciptakan oleh leluhur kita pada 5000 tahun yang lalu. Apakah naga  itu? Dalam karyanya Pengelompokan Tumbuh-tumbuhan (《本草纲目》), Li Shizhen (李时珍) menulis, “Naga, bentuknya ada sembilan: badannya seperti ular, wajahnya seperti kuda, tanduknya seperti rusa, matanya seperti kelinci, telinganya seperti sapi, perutnya seperti rumah, sisiknya seperti ikan mas, cakarnya seperti elang, telapaknya seperti harimau.” Naga, sebetulnya adalah hewan ajaib dalam legenda. Tetapi dalam hati orang kuno, naga berkuasa mendatangkan angin dan hujan, menjauhkan bencana dan penyakit. Posisi naga begitu penting dalam kebudayaan Tionghoa, oleh karena itu pada umumnya orang Tionghoa mengaku sebagai keturunan Naga. Sejak zaman dahulu, leluhur kita menganggap naga sebagai salah satu dari “empat roh penolong” (四灵), memohon keselamatan dan panen raya dengan cara mengadakan tari naga, sudah menjadi kebiasaan dengan sendirinya.
          Dalam Serba Serbi Chunqiu (《春秋繁露》) zaman Han terdapat catatan tentang tari naga. Sampai pada zaman Tang () dan Song (), tari naga lebih ramai lagi. Sastrawan zaman Tang () Zhang Yue (张说) pernah menulis, “Jalan terang oleh naga, pohon terang oleh lampu, ribuan lampu bersinar”; penyair patriot zaman Song Selatan (南宋) Xin Qiji (辛弃疾) juga menulis, “Gemuruh ibarat angin ribut, tubuh bersinar indah berputar meliuk, semalam suntuk naga warna warni beraksi.”; semua ini menggambarkan betapa khidmat dan ramainya pada waktu tari naga diadakan. Dalam Catatan Impian Liang (《梦梁录》) karya Wu Zimu (吴自牧) pada zaman Song () terdapat catatan tentang tari naga, pada Capgome malam, “mengikat rumput menjadi naga, di atasnya ditututpi kain hijau, ribuan lampu berderet rapat, sinar lampu kelihatan meliuk, seperti sepasang naga sedang berterbang.
          Sampai pada zaman Qing (), teknik dan seni pembuatan naga lebih ditingkatkan lagi, arena tari naga juga diperluas. Menurut Catatan Tahunan Hucheng (《沪城岁事》), bentuk naga Capgome ialah: “Melingkar bambu tipis menjadi kerangka naga, dibungkus kain sutra, ditambah gambar sisik, ada kepala ada ekor, dipasang tongkat kayu untuk memainkannya. Ketika dimainkan di sepanjang jalan atau gang, pasti didahului papan bertuliskan “Palawija panen raya, pejabat bersih rakyat sejahtera.”
          Naga yang dimainkan sampai hari ini, yang sering tampil ada naga kertas, naga rumput, naga sutra, naga bambu. Ada naga sambung yang terbuat dari menyambungkan berbuku-buku kerangka kayu atau besi, ada naga yang dimainkan satu orang atau dua orang. Sedangkan naga panjang biasanya dimainkan 11 atau 13 orang, ada lagi naga yang super panjang pemainnya berjumlah 100 orang. Biasanya di depan naga ada seorang membawa bola sulam bertongkat, memikat naga untuk mempermainkan atau merebutnya. Gerakan tari yang utama meniru gerakan khayalan naga merebut mutiara, tiba-tiba kiri tiba-tiba kanan, tiba-tiba rendah, atau menggeleng-gelengkan kepala, atau mengibas- ngibas ekor, atau melingkar, atau melompat, sesuai ukuran gelanggang pertunjukan, ditampilkan variasi gerakan yang berbeda. Saat pertunjukan, suara genderang dan simbal atau gong membimbing langkah dan gerakan.
          Sebab musabab tari naga juga disebut tari lampu naga ialah: tari naga dan lampu hias tidak dapat dipisahkan. Di beberapa daerah, di kepala naga terpasang sebuah lampu; di banyak daerah lain, di sekeliling naga beraksi, terdapat banyak lampu hias memeriahkan suasana. Kalau pada malam hari, selain lampu di sekelilingnya terang benderang, juga harus “melepas kembang”. Yang dimaksud dengan “melepas kembang” ialah: membakar kembang api dalam pipa bambu atau besi dari segala arah ditujukan kepada naga yang sedang beraksi. Penari naga mengelak tembakan kembang api dari segala arah dengan gerakan cekatan, misalnya meliuk atau melingkar, sekaligus memamerkan ketrampilannya yang tinggi. Jika gerakan sang penari tidak singkron atau ketrampilannya kurang, atau timingnya kurang tepat, akibatnya kulit naga akan terbakar berbolong-bolong, akhirnya tinggal kerangkanya yang tersisa. Sementara itu, penarinya masih bersemangat beraksi, karena dianggap sebagai pahlawan oleh penonton. Oleh karena itu, di beberapa daerah disebut naga api atau membakar lampu naga.
          Membakar lampu naga yang paling seru dan mendebarkan ialah “melepas besi cair”, yaitu besi dilumerkan, seseorang menyendok sedikit, lalu dituangkan dari atas, di bawah ada yang menepuknya dengan papan, sehingga tetesan besi cair merah itu menjadi kabut besi merah yang panas, seperti wanita langit menyebar bunga, turun dari atas. Jika ada beberapa orang menyebarkan kabut besi merah panas dari arah yang berbeda dan ditujukan kepada naga yang sedang beraksi, maka naga itu akan diselubungi lautan api, sangat seru, mendebarkan penonton. Namun penari naga yang meyakini ketrampilannya sediri, malah tanpa baju atas, memainkan naganya dengan bugil dada, menunjukkan semangat kepahlawanannya.


Egrang

          Egrang, juga disebut jangkungan. Egrangatau jangkungan adalah pertunjukan ketrampilan secara masal pada perayaan Tahun Baru Imlek, konon pada zaman Chunqiu () sudah ada. Liezi • Cerita Fu (《列子•说符》) mencatat sebuah cerita tentang egrang:
          Di negeri Song (宋国), ada seorang pengembara, mengatakan dirinya memiliki ketrampilan luar biasa, mohon baginda Yuan (宋元君) memakainya, memberinya jabatan. Baginda Yuan (宋元君) menyuruhnya mempertunjukkan  kebolehannya. Pengembara itu mengikat tongkat yang panjangnya dua kali tinggi badannya pada betisnya, lalu berjalan cepat bahkan berlari. Itu belum apa-apa, yang lebih mengagumkan lagi, tangannya memegang tujuh bilah pedang, yang lima dilemparkan ke atas, yang dua di tangan, lalu lempar tangkap, lempar tangkap, bergiliran, selalu lima di atas, dua di tangan, silih berganti. Semua penonton terpesona, ternganga. Baginda Yuan (宋元君) juga demikian adanya, sehingga pengembara itu diberi uang banyak sebagai hadiah.
         
          Konon, Liezi (《列子》) adalah karya Lie Yukou (列御寇) pada zaman Negeri Perang (战国), namun mulai dari Liu Zongyuan (柳宗元) pada dinasti Tang (), banyak yang menyangsikan keasliannya, mereka mengira Liezi (《列子》) adalah karya orang zaman Wei () atau Jin () yang memalsukan tahun/zamannya. Tetapi bagaimanapun yang sebenarnya, sudah cukup memastikan bahwa egrang pada zaman Wei () atau Jin () sudah tinggi sekali levelnya.
          Pada zaman Selatan Utara (南北朝), egrang disebut “pijak tinggi”. Pada tahun Tianjian (天监) ke 4, yaitu 505 M, zaman baginda Wu dinasti Liang (梁武帝), pernah diadakan pertunjukan besar, yang disebut “100 pertunjukan”. Pada daftar acaranya ada tulisan “siapkan pijak tinggi”, yaitu pertunjukan egrang.
          Sampai pada zaman Tang () dan Song (), permainan egrang lebih tersebar merata lagi, bahkan beberapa pakarnya masuk ke barisan penari istana.
          Pada zaman Qing (), egrang sudah menjadi acara penting pada pesta Tahun Baru Imlek dan Capgome. Catatan Ranting Bambu tentang 100 Pertunjukan (《百戏竹枝词》) mencatat: “Pemain memerankan sepasang suami istri orang desa, masing-masing memijak dua tongkat yang panjangnya satu meter, injakan kaki di titik tengahnya, sehingga tinggi badannya bertambah 50 cm. Sambil menari, mereka menyanyikan sebangsa lagu persemaian.” Jadi nyata, pertunjukan tersebut adalah cikal bakal “Egrang Menyemai” sekarang ini.
          Konon, egrang adalah tindakan trampil yang terpikir oleh manusia purba untuk memetik buah liar di pohon. Pada waktu itu pertanian belum berkembang, manusia purba yang menghuni gua hidup dari buah liar di pohon, tapi pohonnya tinggi, buah liar sering kali susah dipetik, sesudah meraba-raba dalam kurun waktu yang panjang, akhirnya menemukan, bila betisnya diikatkan tongkat kayu panjang, tinggi badan bertambah, tidak mengganggu kebebasan, malah dapat memetik buah liar di pohon tinggi dengan sangat mudah. Lama kelamaan, tindakan mencari makan yang begini, diwariskan menjadi kebiasaan beregrang.
          Egrang terbuat dari kayu, di tengahnya disisipkan kayu pendek sebagai titik topang tempat kaki berpijak, lalu tongkatnya diikatkan ke betis. Egrang terbagi tiga macam: tinggi, sedang dan pendek, masing-masing disebut: egrang tinggi, egrang sedang dan egrang lari.Egrang tinggi ada yang 3 meter, egrang lari 50 cm, egrang sedang biasanya 1 meter.
          Pemain egrang biasanya dirias seperti tokoh dalam aneka macam sandiwara, sesuai irama genderang dan simbal/gong, atau berbaris, atau berjalan, atau melompat, atau berlari, berputar terasa santai, melompat terasa ringan. Menggunakan egrang sedang 60-100cm dapat melakukan macam-macam atraksi, misalnya lompat tinggi, lompat jauh dan lain-lain gerakan sandiwara, juga ada lompat menukik, lompat meja, lompat jembatan dan lain-lain gerakan yang mendebarkan. Ada pertunjukan yang kocak, pemain sering seakan hampir jatuh karena kurang berhati-hati, membuat penonton mengeluarkan keringat dingin saking cemasnya, tapi tiba-tiba, yang hampir jatuh bangkit melompat, melanjutkan banyolannya, membuat banyak penonton mendecak. Egrang yang tingginya 3 meter hanya untuk menampilkan tokoh-tokoh yang terdapat dalam Riwayat Shuihu (《水浒》),Certa Tiga  Negeri (《三国演义》), Mengembara ke  Barat (《西游记》).
          Egrang juga terbagi atas kasar dan halus, egrang kasar cirinya sering mempertunjukkan gerakan yang mendebarkan, misalnya membacok, berputar, salto, melompati kepala orang dan lain-lain, gayanya kasar, berani dan gagah perkasa. Egrang halus biasanya berkeliling di gelanggang, membawakan lagu persemaian.
          Egrang awalnya mengandung ciri aktobat, setelah masuk ke masyarakat, berbaur dengan sendratari, sandiwara dan seni rakyat, berangsur-angsur berciri seni kebudayaan, akhirnya menyatu dengan lagu persemaian, menjadi suatu seni rakyat tradisional yang sangat digemari masyarakat luas.

Makan Onde-onde

          “Yuanxiao” (元宵) sebagai nama makanan, konon baru ada pada akhir zaman Song ) dan awal zaman Yuan (); disebut  “Yuanxiao”, karena orang-orang biasanya memakannya pada malam hari Shangyuan (上元)  (tanggal 15 bulan 1), diambil “Yuan” ()nya, sedang “xiao” () artinya makan di tengah malam. Pada hari Shangyuan (上元) tanggal 15 bulan 1, bulan purnama, onde-onde bentuknya bulat seperti bulan purnama, maka juga dinamakan “si bulat cemilan malam” (元宵). Ada daerah yang menamakannya “tangtuan” (汤团), maksudnya gumpalan berkuah; ada yang menamakannya “tangyuan” (汤圆), maksudnya bulatan berkuah; ada juga yang menamakannya “yuanzi” (圆子), maksudnya bulatan, “tuanzi” (团子) maksudnya gumpalan, lambang bulan purnama (bulat = yuan ), orang berkumpul (gumpal = tuan ). Orang zaman Song () menganggap onde-onde yang sudah matang timbul ke permukaan, menyebutnya “fu yuanzi”, maksudnya bulatan timbul. Jenis onde-onde banyak, cara membuatnya juga berbeda. Sebelum zaman Song Utara (北宋), caranya menabur gula putih ke dalam air mendidih di kuali, lalu tepung beras ketan ditaburkan, sampai matang, jadilah campuran tanpa isian. Campuran ini ditambahkan kurma madu, bunga gui (桂花) dan daging lengkeng, jadilah bermacam-macam onde-onde berkuah manis. Sampai pada zaman Song Selatan (南宋), baru dibuat isian gula, onde-ondenya disebut “onde-onde gula susu”.
          Pada zaman Qing (), muncul bermacam-macam nama onde-onde, bulatan berkuah, bulatan dan lain-lain. Hal ini dapat dibuktikan dari kalimat syair karya penulis skenario sandiwara Kong Shangren (孔尚任) pada zaman Qing (): “Di rumah teh awan ungu mencicipi embun manis, onde-onde 8 macam isian dibuat menurut resep istana.” Setiap tanggal 15 bulan 1, dapur istana membuat onde-onde 8 macam isian. Fu Zeng (符曾) menulis dalam Syair Bambu Capgome (《上元竹枝词》):

          Isian bung gui bercampur daging persik,
          Ketan mutiara Jiangxi dibasuh air sumur.
          Mendengar keluarga Ma menepungnya bagus,
          Coba menjual onde di malam berangin.

          Dalam syair digambarkan cara membuat onde-onde di keluarga Ma dan situasi menjual onde-onde. Yang dimaksud dengan keluarga Ma ialah  Ma Siyuan (马思远), ahli membuat onde-onde pada zaman Qing (). Pada zaman itu, “bulatan” sudah diganti namanya, menjadi “onde-onde”, cara membuatnya sudah seperti sekarang.
          Sekarang ini, onde-onde bukan lagi makanan khas Capgome, bahkan sudah menjadi jajanan manis sehari-hari. Seperti lagu rakyat Taiwan: “Semangkok onde bulat-bulat semua, sudah makan onde berkumpul sekeluarga.”
          Lama kelamaan, semua orang mengganti nama “bulatan berkuah” (汤圆) menjadi onde-onde (元宵).
          Setelah pencuri besar Yuan Shikai (袁世凯) merebut hasil Revolusi Xinhai, ingin sekali dia dinobatkan menjadi raja, tetapi takut rakyat tidak setuju, jadi selalu waswas, tidak tenang. Suatu hari, dia mendengar pedagang onde keliling menawarkan dagangannya dengan suara nyaring, “Yuan . . . xiao . . .” (“Onde. . .onde . .”)  元宵(onde-onde) dan 袁消(Yuan Shikai musnah) lafalnya sama “yuanxiao”, membuat dia terpikir nasib sendiri, maka sebelum Capgome tahun 1913, dikeluarkan perintah , melarang sebutan “yuanxiao”untuk onde-onde, harus diganti dengan “tangyuan”.(汤圆) yaitu bulatan berkuah, atau “fenguo” (粉果) yaitu buah tepung. Akan tetapi, di masyarakat, sebutan “yuanxiao” terus bertahan sampai sekarang.
          Jenis onde-onde banyak, dan sekarang ini sudah ada puluhan macam cara membuatnya. Dibagi menurut isian, ada yang berisi, ada yang kosong; dibagi menurut rasa, ada yang manis, asin, wangi, masam dan pedas 5 macam; dibagi menurut bahan isian, ada yang bahan utamanya gula, ada yang bahan utamanya sayur, yang bahan utamanya gula dibagi lagi, ada yang campur wijen, campur bunga gui, campur kurma manis, campur tausa dan lain-lain; dibagi menurut cara mematangkannya, ada yang direbus, digoreng, dikukus tiga macam. Yang dikembangkan dari dasar onde, masih ada onde mutiara yang berisi beras ketan, onde wijen yang permukaannya ditaburi wijen dan lain-lain. Singkat kata, perkembangan onde-onde termasuk cara membuatnya yang bervariasi dapat memenuhi kebutuhan orang-orang yang seleranya berbeda-beda. Yang lebih penting lagi, onde-onde sekarang sudah menjadi jajanan favorit masyarakat sehari-hari. Onde “Lai” () dan onde “Guo” () provinsi Sichuan (四川), onde gang Wei () kota Anqing (安庆) provinsi Anhui (安徽) sudah menjadi makanan kecil tersohor yang digemari tua muda pria wanita dalam empat musim sepanjang tahun.


Cerita Lucu Capgome

          Capgome adalah hari raya sejak dahulu sampai sekarang, tentu banyak kegembiraan, peristiwa aneh dan kejadian lucu juga banyak, kadang-kadang membuat orang mau menangis tidak bisa mau tertawa juga tidak. Di bawah ini beberapa kejadian, anggap saja orang liar membuka rahasia, silahkan tertawa jika merasa lucu.

          • Chen Lie (陈列) menulis syair, menyindir residen Konon, pada zaman Song (), di Fuzhou (福州), residennya bernama Cai Junmo (蔡君漠), dia ingin memamerkan tertib dan amannya masyarakat, lalu mengeluarkan perintah, pada malam Capgome, setiap rumah harus memasang tujuh buah lampu, dengan  alasan yang tidak jelas. Saat itu ada seorang sastrawan bernama Chen Lie (陈列) berani membela yang lemah, dia membuat lampu besar yang tingginya 3 meter, dengan tulisan sebuah syair:

          Sebuah lampu bagi orang kaya,
          Bagaikan sebutir sekoi di lumbung.
          Sebuah lampu bagi orang miskin,
          Membuat ayah dan anak menangis kelaparan.
          Pejabat agung terpuji tidak banyak tahu,
          Hanya mengeluh tiada lagu yang merdu.

          • “Pejabat boleh pasang api, rakyat dilarang pasang lampu.” Cerita ini juga terjadi pada zaman Song (). Pada waktu itu ada seorang yang bernama Tian Deng () menjadi residen. Menurut adat feodal, bukan saja nama baginda dan nama tahun tidak boleh ditampilkan di sembarang tempat, tidak boleh sembarangan menyebut; nama seorang pejabat juga harus dihindari di kalangan atau pada situasi tertentu. Tian Deng sudah menjadi residen, dia minta seluruh rakyat di keresidennya menghindari menggunakanhuruf (deng), huruf yang lafalnya samapun dilarang digunakan. Beberapa bawahannya pernah dihukum cambuk karena melanggar larangan ini. Kemudian, Capgome sudah dekat, Tian Deng () gemar sekali menonton lampu, tapi dia tidak mau masyarakat menggunakan kata , karena dan   lafalnya sama “deng”, bagaimana nih? Untung pejabat ini otaknya “encer” juga, dikeluarkanlah pengumuman untuk Capgome: “Sesuai kebiasaan Capgome, Keresidenan ini memasang api tiga hari.” Rakyat hanya melongo, tapi perintah atasan tidak boleh dilanggar, terpaksa mengganti kata “memasang lampu” (点灯) menjadi “memasang api” (放火).

          • “Mencuri gelas mas untuk bukti.” Konon baginda Huizong dinasti  Song ( 徽宗) Zhao Ji (赵佶) hobi nama atau pujian, untuk mengambil hati rakyat, selalu “bersenang bersama rakyat”, pada hari Capgome setiap tahun, naik  ke balkon Xuande(玄德;), kepada siapa saja yang rindu memandang “wajah mulia”, deberi segelas arak, gelasnya mas. Suatu kali, seorang wanita setelah minum, diam-diam menyembunyikan gelas mas kosong ke dalam pakaiannya, tidak disangka kepergok oleh pengawal. Lalu, wanita itu dibawa ke hadapan baginda. Mencuri barang istana, ini kan dosa besar, wah, wah, wah! Sudah barang tentu, baginda menjadi murka, mau menjatuhkan hukuman. Siapa sangka wanita itu berbakat sastra, dalam ketidak berdayaan, dia mengeluarkan syair Zhegutian (鹧鸪天): “Bulan purnama menyinari lampu tambah cemerlang, bergandengan tangan dengan kanda sampai di Duanmen. Keasyikan menonton musik nyanyi dan tari, desak-desakan terpisah dengan kanda. Hari semakin malam, terima kasih anugerah Baginda di balkon Xuande; takut pulangnya dicela mertua, mencuri gelas mas untuk bukti.” Sesudah mendengar syair ini, Zhao Ji (赵佶) merasa kasihan, tidak jadi menjatuhkan hukuman, malahan memberinya gelas mas itu.

          • “Cermin pecah bundar lagi.” ─ Pada abad ke 4 sampai abad ke 6 tahun Masahi, Song (), Qi (), Liang (), Chen () empat dinasti mendirikan kekuasaan di Tiongkok Selatan, disebut dinasti Selatan (420-589 M). Adik perempuan raja terakhir dinasti Selatan Chen Houzhu (陈后主), yaitu putri Songping (宋平公主), dinikahkan dengan bawahan residen Chen () yang bernama Xu Deyan (徐德言). Melihat dinasti Chen () sudah bobrok hampir musnah, maka pada suatu hari, Xu Deyan (徐德言) berjanji dengan istrinya, jika kemudian dinasti Chen musnah, rakyat cerai-berai, dia dan istrinya masing-masing memegng separo cermin tembaga pecah, kemudian saling mencari di perayaan Capgome, jika bertemu, tinggal menyatukan pecahan cermin tembaga, sebagai bukti hubungan suami istri. Kemudian, kerajaan Chen benar-benar hancur, suami istri tersebutpun terpisah. Tapi akhirnya, pada perayaan Capgome, dua orang itu bertemu, cermin pecah bundar lagi, dua sejoli hidup bahagia berdampingan sampai tua, menjadi cerita indah generasi selanjutnya.     



      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar